Press "Enter" to skip to content

Dugaan Penggelapan Rp 6,9 Miliar, Menunggu Pemeriksaan Alat Bukti dan Saksi dari CV Bartec

SEMARANG (Nayantaka.id) – Penanganan perkara dugaan penggelapan Rp 6,9 miliar yang melibatkan karyawati CV Bartec masih terus bergulir. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kedua tertanggal 20 September 2022, tiga orang telah dimintai keterangan oleh polisi, yaitu Direktur PT Maharani Citra Karsa (Maharani) Chaerun sebagai pelapor, karyawati CV Bartec Utama Mandiri Ika Sulistiorini sebagai terlapor, dan Direktur CV Bartec Utama Mandiri (Bartec) Semarang Hadi Pranoto sebagai saksi.

Hal ini diketahui ketika wartawan menanyakan ke Kantor Advokat “KGB” di Jalan Arteri Soekarno-Hatta Semarang, yang menjadi kuasa hukum Direktur PT Maharani Citra Karsa Chaerun. “Kami sudah serahkan kepada penyidik alat-alat bukti, termasuk copy dua lembar surat/slip penyetoran uang ke rekening CV Bartec Utama Mandiri melalui Bank Jateng pada 22 Januari 2018. Pihak Bank Jateng mengatakan, penyetoran kembali ini memang dilakukan dua kali setelah penarikan tunai yang dilakukan sebelumnya, dan ada sebagian kecil yang diambil tunai,” kata advokat Gandung Sardjito SH MH didampingi Drs Budi Susanto SH MH, Kamis (22/10/2022).

Baca juga: Diduga Gelapkan Uang Rp 6,9 Miliar, Karyawati CV B Dilaporkan ke Polisi

Turut Serta

Dijelaskan Gandung, kedua slip setoran itu ditandatangani oleh Widyorini, istri Hadi Pranoto. Dari informasi yang diperoleh, Widyorini atau lengkapnya Widyorini Tri Krisnani SE adalah Komanditer CV Bartec dengan jabatan sebagai Kepala Divisi Office/Keuangan. Uang yang disetorkan itu adalah uang hasil penarikan tunai di Bank Jateng enam menit sebelumnya yang dilakukan Ika Sulistiorini dari cek piutang PT Maharani kepada Hadi Pranoto. Padahal Hadi Pranoto mengatakan, uang utang itu sudah dikembalikan kepada PT Maharani melalui Ika.

“Dengan demikian, slip itu merupakan bukti adanya orang lain yang turut serta dalam perkara dugaan tindak pidana penggelapan ini,” kata Gandung.

Budi menambahkan, perkara penggelapan jelas diatur dalam Pasal 372 dan 374 KUHP. Ancaman hukumannya sampai lima tahun penjara. Bisa juga kena Pasal 378 tentang kebohongan atau penipuan, dengan ancaman pidana empat tahun penjara. Sedangkan perkara ikut melakukan atau turut serta atau membantu melakukan perbuatan kejahatan, diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP.

“Kalau melihat kronologi peristiwanya, perkara ini sebenarnya tidak rumit. Uang utang yang katanya sudah dikembalikan itu diduga justru mengalir dan akhirnya dimasukkan ke rekening CV Bartec milik Hadi Pranoto oleh Widyorini yang merupakan Kepala Divisi Keuangan CV Bartec dan istri Hadi Pranoto sendiri. Tapi sampai saat ini belum semua alat bukti dan saksi yang terkait diperiksa oleh penyidik. Kita masih menunggu proses pemeriksaan alat-alat bukti yang sudah kami serahkan kepada penyidik dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi terkait itu. Mestinya ini menjadi pokok perkara untuk mengetahui terpenuhinya unsur-unsur suatu perbuatan pidana. Sedangkan alat bukti dan saksi lain untuk melengkapi saja. Sampai sekarang pemeriksaan sudah berjalan hampir empat bulan,” ujar Budi.

Baca juga: Direktur dan Karyawati CV Bartec Diperiksa Polisi, Soal Dugaan Penggelapan Rp 6,9 Miliar

Seorang teller bank sedang melayani nasabah yang melakukan transaksi keuangan (Ist)
Seorang teller bank sedang melayani nasabah yang melakukan transaksi keuangan (Ist)

Perkara Sederhana

Dari kronologi peristiwa, lanjutnya, perkara penggelapan ini tergolong simpel atau sederhana. Sebab utang ini sifatnya adalah utang pribadi, bukan utang usaha atau yang lain. “Jadi tidak ada kaitannya dengan usaha atau kerja sama atau yang lain. Cukup ikuti kemana dana utang pribadi ini mengalir, beserta alat-alat bukti yang ada, maka persoalan menjadi jelas,” papar Budi.

Menurutnya, unsur-unsur terjadinya dugaan perbuatan pidana sudah terpenuhi. Baik unsur formil maupun materiil, unsur subjektif maupun objektif. Ada rumusan undang-undang yang mengatur, ada sifat melawan hukum, ada pelaku yang mampu bertanggung jawab, ada niat atau kesengajaan yang direncanakan, ada perbuatan yang dilarang, ada akibat yang ditimbulkan, ada ancaman pidananya, ada waktu dan tempat kejadian, dan sebagainya.

“Semua itu didukung dengan alat-alat bukti yang cukup, saksi-saksi, pengakuan, dan adanya kecocokan sebab akibat. Tidak ada keraguan, menurut kami semua unsur sudah terpenuhi. Klien kami sebagai korban mengharapkan, polisi sebagai penegak hukum yang menjadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat bisa mengusut tuntas tindak kejahatan penggelapan ini. Slogan Presisi (prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan) yang berulang kali ditekankan Kapolri Jenderal Listyo Sigit agar benar-benar bisa menjadi pegangan kita bersama,” jelas Budi.

Belum diperiksa

Ditambahkan Gandung, hingga saat ini melalui SP2HP yang kedua diketahui, belum semua alat bukti dan saksi diperiksa. “Kami masih menunggu sekurangnya semua alat bukti yang sudah kami serahkan kepada penyidik diperiksa dulu dan dicocokkan dengan saksi-saksi terkait. Bahkan secara objektif diatur dalam KUHAP, jika dikhawatirkan mengulangi perbuatan atau menghilangkan barang bukti maka proses penyidikan tindak pidana ini bisa dilakukan penahanan lebih dulu,” paparnya.

Sementara itu Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar belum berhasil dimintai konfirmasi. Sedangkan Kanit Tipikor selaku penyidik AKP Suprianto SH MH saat dimintai konfirmasi mengatakan, alat-alat bukti termasuk dua slip setoran ke rekening CV Bartec sudah diterima penyidik. “Saat ini kami merencanakan akan meminta keterangan karyawan bagian keuangan dari pelapor,” kata Suprianto. (*)

Mari berbagi...

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *