Press "Enter" to skip to content

Festival Muria Raya 2025 Rayakan Kearifan Lokal Gunung Muria

JEPARA (Nayantaka.id) – Festival Muria Raya (FMR) 2025 di Kabupaten Jepara merayakan nilai-nilai budaya dan ekologi kawasan Gunung Muria dengan kearifan lokalnya.

“Dengan mengusung tema ‘Wiwiting Werna Katresnan’ (Mulanya Warna Cinta), festival ini menjadi perayaan budaya dan ekologi yang memuliakan Gunung Muria beserta nilai-nilai dan kearifan lokalnya,” kata Juru Bicara Panitia FMR 2025 Hadi Aktsar, di Jepara, Sabtu (16/8/2025).

Festival Muria Raya Ke-5 berlangsung di Dukuh Duplak, Desa Wisata Tempur, Kabupaten Jepara, selama 16-17 Agustus 2025.

Ia menjelaskan tentang tema festival itu yang terinspirasi oleh ritual adat “Wiwitan”, penanda panen kopi sekaligus awal musim tanam dilakukan masyarakat setempat.

Sejak awal penyelenggaraan, katanya, FMR telah menjadi ruang kolaborasi lintas wilayah dan negara. Festival tersebut, melibatkan seniman dan komunitas di daerah itu dan luar kota, seperti Magelang, Surakarta, Karanganyar, Pacitan, Bandung, serta partisipan dari Jepang, Meksiko, dan Singapura.

Selama dua hari, ujar dia, festival menyajikan berbagai kegiatan berbasis partisipasi warga, kesenian lintas komunitas, dan spiritualitas lokal.

Ia mengatakan FMR bukan sekadar tontonan, akan tetapi menjadi pengalaman hidup bersama masyarakat lereng Muria.

Para pengunjung dan peserta, ucap dia, diajak menginap di rumah warga setempat untuk merasakan langsung kehangatan, gotong royong, dan semangat persaudaraan.

Berbagai agenda Festival Muria Raya 2025, antara lain Kirab Tumpeng “Wiwitan” dan Pameran Seni Inter-Media “Bala-Bala Muria”, lokakarya pengolahan kopi oleh warga, melukis dengan ampas kopi bersama warga, penerbangan sowayang/layangan, pentas berbagai kesenian dan performa, seperti musik dan tari.

Selain itu, temu cakap desa bertema “Lokus Desa, Warga, dan Gunung sebagai Mercusuar Peradaban” bersama Barbara Titus (University of Amsterdam), penulis Pepep DW, dan penulis muda W Sanavero (Blora), susur sungai, Kirab “Prasastu” menuju Punden Mbah Robyong, prosesi penanaman pohon sebagai simbol persaudaraan, pidato kebudayaan, pementasan kolaborasi, dan pameran instalasi.

Pada tahun-tahun sebelumnya, Festival Muria Raya berlangsung di wilayah Pati (lereng timur–selatan Muria), sedangkan tahun ini festival menjangkau lereng utara–barat (Jepara) sekaligus mulai merangkul wilayah selatan (Kudus).

“Memperluas jejaring persaudaraan antar-lereng Muria,” ujar dia. (*)

Mari berbagi...

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *