SEMARANG (Nayantaka.id) – Proyek pembangunan Puskesmas Bulusan, Kecamatan Tembalang, gagal dibangun. Proyek yang dimulai sejak 130 hari yang lalu dan telah menelan anggaran sebesar Rp 3,677 miliar berdasarkan cashflow ternyata melenceng dari target dicanangkan. Proyek ini digarap CV Sahid Aditama sebagai kontraktor pelaksananya.
Hal itu disampaikan Swasti Aswigati, Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang saat melakukan peninjauan progres pembangunan Puskesmas Bulusan Kecamatan Tembalang, Rabu (29/12). Pada peninjuan itu, Swasti didamping beberapa anggota Komisi D lainnya.
Swasti panggilan akrab Ketua Komisi D itu menyayangkan, gagalnya pembangunan Puskesmas yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh masyarakat.
“Kami menyayangkan gagalnya pembangunan Puskesmas Bulusan ini. Padahal, nilai proyek cukup besar, Rp 3,5 miliar,” katanya.
Sesuai program, lanjut Swasti, Puskesmas Bulusan seharusnya pada tahun 2022 sudah bisa beroperasi. Namun, hingga akhir tahun 2021, ternyata realisasi proyek jauh dari harapan. Padahal masyarakat sudah menunggu bisa memiliki Puskesmas di daerah,” paparnya.
Anggota Dewan dari Fraksi Demokrat ini juga memaparkan ada beberapa proyek dari mitra Komisi D yang gagal bangun, seperti pembangunan gedung SDN 10 dan SMPN 41 Gunungpati. “Kasus gagal bangun juga terjadi di SDN 10 dan SMPN 41 Gunungpati,” katanya.
Swasti meminta Pemerintah Kota Semarang, dalam hal ini Unit Pelayanan Pengadaan (ULP), agar jeli dalam menerima penawaran harga saat pelelangan proyek. Alasannya, saat kontraktor menawar 80 persen dari harga yang ditetapkan pemerintah, kerap kali kontraktor kesulitan cashflow dan akhirnya gagal menyelesaikan proyek.
“Jadi saya harap pemerintah, dalam hal ini ULP, ketika pemenang lelang itu menawar di angka 80 persen, harus ada kajian dan klarifikasi. Apakah dengan nilai 80 persen ke bawah dari anggaran bisa menyelesaikan. Jadi mereka (kontraktor) yang menang lelang itu pasti penawarannya 80 persen ke bawah dari harga yang ditetapkan pemerintah. Jadi perlu ditegaskan soal kesanggupan penyelesaiannya,” bebernya.
Swasti menyesalkan proyek yang sudah dikerjakan dan seharusnya selesai di tahun 2021 ini, ternyata masih banyak yang belum rampung.
“Harusnya kan proyek-proyek tersebut selesai tahun 2021 ini. Selesai 100 persen ya. Ini malah dari pengawas proyek melaporkan baru selesai cuma 35 persen. Lha kan jauh banget. Kendala di hampir semua proyek itu semuanya cashflow (permodalan), makanya ketika kontraktor pemenang lelang menawarkan 80 persen harga, apakah mampu mereka menyelesaikan?,” tukasnya.
Swasti berharap Pemkot tegas dalam memberlakukan blacklist untuk kontraktor yang gagal dalam menyelesaikan proyek. “Harapan kami dari Komisi D, kontraktor yang seperti itu (gagal bangun) di-blacklist aja 10 tahun misalnya. Jangan di-blacklist cuma tiga tahun. Biar gak main-main kan. Percuma nawar harga rendah, tapi gak bisa mengerjakan,” tandasnya. (man)
Be First to Comment