Press "Enter" to skip to content

Hasil Kajian ICW, Keuangan Negara Bocor Rp 1,6 Triliun di Sektor Pendidikan

JAKARTA (Nayantaka.id) – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Dewi Anggraeni mengungkapkan sepanjang tahun 2016-2019 keuangan negara mengalami kebocoran sebesar Rp 1,6 trilun dari sector Pendidikan.
Hasil kajian ICW menunjukkan kerugian negara akibat terjadinya korupsi di 240 proyek bidang pendidikan yang kasusnya saat ini sudah ditindaklanjuti aparat penegak hukum dalam waktu enam tahun terakhir ini.

“Kerugian negara akibat korupsi sektor pendidikan sebesar Rp1,6 triliun. Kami yakin, kerugian negara ini jauh lebih besar. Sebab terdapat kasus yang hingga kajian ini disusun belum diketahui besaran kerugian negaranya,” ujar Dewi dikutip dari situs resmi ICW, Senin (22/11).

Di sisi lain, menurut Dewi, dari observasi pengadaan barang/jasa (PBJ) sektor pendidikan, ICW juga menemukan terdapat pengadaan yang tak sesuai kebutuhan dan tak dapat dimanfaatkan, baik karena mangkrak maupun tidak lengkap,

Dewi menyesalkan korupsi sektor pendidikan masih terjadi di tengah situasi pandemi Covid-19. Lebih parah lagi, sambungnya, 4 dari 12 kasus korupsi pendidikan yang terjadi pada 2020-2021 terkait dengan penanganan Covid-19.

Kasus tersebut yaitu korupsi dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dari Kementerian Agama (Kemenag) di Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Takalar, Kabupaten Wajo, dan Kota Pasuruan dengan modus pemotongan bantuan.

Dari penelusuran ICW dan jaringan di Aceh-Medan, lanjut dia, ditemukan potensi korupsi pada objek yang sama juga banyak terjadi dengan beragam modus, mulai dari disalurkan pada lembaga penerima yang tak memenuhi persyaratan, penerima fiktif, hingga BOP digunakan tidak sesuai peruntukan.

Dana Bos

Selain itu, Dewi mengatakan korupsi dana BOS juga masih terjadi meskipun skema penyaluran telah diubah sejak 2020,dari yang sebelumnya ditransfer oleh Kementerian Keuangan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) menjadi ditransfer langsung ke rekening sekolah.

Ia menuturkan, 240 korupsi pendidikan terbanyak berkaitan dengan penggunaan dana BOS, yaitu terdapat 52 kasus atau 21,7 persen dari total kasus.

“Sejauh ini, terdapat 2 korupsi dana BOS tahun anggaran 2020 yang telah ditindak oleh kejaksaan, yaitu di Kota Bitung, Sulawesi Utara, dan Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur dengan modus pemotongan oleh oknum Dinas Pendidikan dan kegiatan fiktif di sekolah,” terang dia.

Selanjutnya, korupsi terbanyak yaitu korupsi pembangunan infrastruktur dan PBJ noninfrastruktur, seperti pengadaan buku, arsip sekolah, meubelair, perangkat TIK untuk e-learning, pengadaan tanah untuk pembangunan fasilitas pendidikan, dan lainnya.

Dewi bilang pengadaan yang dikorupsi itu berasal dari berbagai program dan sumber anggaran, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), dana otonomi khusus, anggaran Kemendikbud, anggaran Kemenag, dan APBD. Sebagian diduga bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), sebab terdapat kasus-kasus yang tidak disebutkan dengan jelas sumber anggarannya. Sedangkan kasus yang dapat diidentifikasi bersumber dari DAK berjumlah 34 kasus.

“Kasus korupsi pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum pada 2016-September 2021 ini melibatkan 621 tersangka,” ungkap Dewi.

Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Dinas Pendidikan dan instansi lain (di luar ASN di sekolah) menempati posisi puncak dengan 288 tersangka atau 46,3 persen. Diikuti oleh tersangka yang berasal dari pihak sekolah dengan jumlah 157 atau 25,3 persen, serta penyedia/rekanan pengadaan bangunan fisik dan nonfisik maupun penyedia subkontrak dengan 125 tersangka atau 20 persen. (*)

Mari berbagi...

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *