JAKARTA (Nayantaka.id) – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menegaskan perlu ada regulasi yang bisa membuat institusi menutup segala potensi suap itu sendiri, sehingga seseorang tidak mudah melakukan suap. Termasuk keterlibatan pihak swasta pada tindak pidana korupsi tersebut.
“Kadang-kadang penyuapan itu terjadi karena ada peluang, misalnya, peluang perizinan. Dengan dibuatnya perizinan online itu akan mengurangi potensi atau peluang melakukan korupsi. Begitu juga perizinan-perizinan juga harus transparan, biasanya perizinan itu kan dari korporasi, dari pihak swasta dan lain-lain,” ungkap Fadli Zon, di Jakarta, Senin (27/9)
Menurut Fadli Zon, secara institusi harus dibuat sistem yang mempersulit orang untuk melakukan tindakan korupsi. Banyak undang-undang yang perlu ada konsolidasi dari Undang-undang yang ada sampai KUHP di dalam kitab hukum induk.
“Dengan begitu, kita mempunyai pendekatan yang terintegrasi (holistic). Kita ingin memberantas korupsi, juga menghapus peluangnya,” kata politisi Partai Gerindra itu.
Bayar Suap
Sementara itu, Wakil Ketua BKSAP DPR RI Mardani Ali Sera menyatakan kasus korupsi merupakan bagian signifikan kejahatan korupsi. Survei menunjukkan pada 2020 diperkirakan 1 dari 5 orang yang menggunakan layanan publik di Asia membayar suap. “Fenomena ini menyebabkan dampak kerusakan serius terhadap pembangunan ekonomi,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Sedangkan Direktur Eksekutif Kemitraan, Laode M Syarif mengatakan, saat dirinya menjabat Pimpinan KPK periode 2015-2019, kasus suap mendominasi sebagai kasus korupsi. Dari sekitar 700 kasus korupsi, 578 di antaranya adalah kasus suap.
Laode mengatakan pengaturan suap di berbagai negara di Asia Tenggara juga berbeda-beda. Di Singapura, korupsi masuk dalam bagian gratifikasi dan memiliki jangkauan yang serupa dengan Inggris.
“Ia juga berlaku untuk pejabat publik, pejabat publik asing, korporasi dan individu. Dan ini jauh berbeda dari hukum di Indonesia. UU tentang Tindak Pidana Suap jarang sekali digunakan di Indonesia,” terang Syarif. (*)
Be First to Comment