Press "Enter" to skip to content

Stabilkan Harga Cabai, Peneliti CIPS Minta Pemerintah Kembangkan ’Cold Chain’ Sektor Pertanian

JAKARTA (Nayantaka.id) – Harga cabai di tingkat petani terus mengalami penurunan. Anjloknya harga cabai ini dipicu oleh berkurangnya permintaan pasar terhadap komoditas ini, akibat penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang membatasi operasional pengusaha rumah makan dan restoran.

“Perlu adanya kebijakan pemerintah untuk mengembangkan cold chain atau rantai dingin di sektor pertanian melalui pengaturan sistem distribusi dan penyimpanan atau stok, guna mengatasi fluktuasi harga cabai di pasaran,” kata Peneliti Center Fot Indonesia Policy Studies (CIPS) Arumdriya Murwani dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (1/9).

Menurut Arumdriya, rendahnya permintaan cabai di saat petani panen raya, secara otomatis menekan harga cabai di pasarnya. Rendahnya permintaan ini membuat petani yang seharus bisa menikmati hasil melimpah di saat panen raya, akhirnya justru mengalami kerugian.

“Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk berinvestasi para lemari pendingin yang moder untuk memperpanjang masa simpang stok cabai.” ujar Arumdriya.

Menurutnya, penggunaan rantai dingin dapat membantu petani dalam menjaga hasil panennya. Selain itu, kerugian petani dapat dicegah dengan mengembangkan cold chain atau rantai dingin yang dapat menjaga kestabilan suhu komoditas.

“Dengan sistem penyimpanan yang modern dan infrastruktur rantai dingin yang memadai, tentu masa simpan cabai dapat diperpanjang, sehingga dapat membantu menstabilkan harga cabai di pasaran,” paparnya.

Selain menjaga kesegaran, kata Arumdriya, penggunaan sistem penyimpanan modern sangat diperlukan. Penerapan penyimpanan modern ini dapat membantu Indonesia untuk mengurangi tingkat kehilangan makanan dalam proses distribusi pangan.

Seperti diketahui, sistem rantai dingin merupakan jenis rantai suplai yang bertujuan untuk menjaga suhu agar hasil produk tetap terjaga selama proses distribusi. Pengembangan sistem ini perlu dilakukan secara komprehensif, hingga dapat membantu menjaga kualitas hasil panen para petani, mulai dari pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan.

Arumdriya mengatakan harga cabai biasanya bersifat fluktuatif, mengikuti masa panen yang umumnya terjadi enam kali dalam setahun.

“Surplus stok di pasar menyebabkan harga anjlok dan merugikan petani cabai. Sebaliknya, ketika musim tanam sudah lewat dan produksi tidak stabil, tidak ada stok yang dapat digunakan untuk menstabilkan harga cabai di pasaran. Akibatnya, harga cabai melonjak naik sehingga merugikan konsumen,” katanya. (man)

Mari berbagi...

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *