JAKARTA (Nayantaka.id) – Mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin ditahan Kejaksaan Agung setelah ditetapkan sebagai tersangka perkara korupsi Pembelian Gas Bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan Tahun 2010-2019.
Selain Alex Noerdin, tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus juga menahan tersangka Muddai Madang yang menjadi rekan usaha Alex Noerdin.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak SH MH pada keterangan persnya, Jumat (17/9), Alex Noerdin ditetapkan sebagai tersangka berdasar surat Nomor: TAP- 28/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 16 September 2021.
“Penahanan tersangka AN (Alex Noerdin-red) sesuai Surat Perintah Nomor: PRIN-21/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 16 September 2021 selama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal 16 September 2021 – 5 Oktober 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” papar Leonard.
Sementara, lanjut Leonard, Muddai Madang ditahan berdasarkan Surat Perintah Nomor: PRIN-22/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 16 September 2021. Muddai ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 16 September 2021 – 5 Oktober 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Leonard menuturkan kronologis yang menyeret mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menjadi tersangka korupsi berawal saat Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memperoleh alokasi untuk membeli gas bumi bagian Negara dari Dari JOB PT Pertamina, Talisman Ltd Pasific Oil and Gas Ltd, Jambi Merang (JOB Jambi Merang) sebesar 15 MMSCFD berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2010.
Tunjuk PT DKLN
Berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut, lanjut Leonard, yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara tersebut adalah BUMD Provinsi Sumsel (Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatra Selatan (PDPDE Sumsel).
“Akan tetapi, dengan dalih PDPDE Sumsel tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana, maka PDPDE Sumsel bekerja sama dengan investor swasta, PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15% untuk PDPDE Sumsel dan 85% untuk PT DKLN,” ujarnya.
Akibat dari penyimpangan tersebut, menurut Leonard, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara. Berdasarkan perhitungan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan RI, kerugian Negara tersebut antara lain sebesar USD 30.194.452.79 yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010 – 2019, yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.
Kemudian, kerugian sebesar USD 63.750 dan Rp 2,131 miliar yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel.
Menurut Leonard, pada proyek pembelian gas yang terindikasi kuat terjadi penyimpangan tersebut, Alex Noerdin selaku Gubernur Sumatera Selatan periode 2008-2013 dan periode 2013-2018 menerima pembayaran yang tidak sah berupa fee marketing dari PT. PDPDE Gas.
“Fee itu diterima Alex Noerdin karena permintaannya agar alokasi gas bagian negara dari BP Migas diberikan untuk PDPDE Sumsel,” katanya.
Sedangkan Muddai Madang selaku Direktur PT DKLN merangkap sebagai Komisaris Utama PT PDPDE Gas serta menjabat Direktur PT PDPDE Gas menerima pembayaran yang tidak sah berupa fee marketing dari PT PDPDE Gas.
Atas perbuatan tersebut Kejagung akan menjerat kedua tersangka dengan dakwaan komulatif. Pada dakwaan primer, jaksa membidik atas pelanggaran pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah denganUndang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedang pada dakwaan subsidaiernya, kedua tersangka dikenakan atas pelanggaran pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
Be First to Comment