SEMARANG (Nayantaka.id) – Obesitas sekarang sudah menjadi perhatian banyak pihak, apalagi penyandang obesitas di Tanah Air yang semakin meningkat. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, 1 dari 3 orang dewasa Indonesia mengalami obesitas, dan 1 dari 5 anak usia 5-12 tahun mengalami kelebihan berat badan.
Obesitas sendiri merupakan kondisi kronis akibat penumpukan lemak dalam tubuh yang sangat tinggi. Obesitas terjadi karena asupan kalori yang lebih banyak dibanding aktivitas membakar kalori, sehingga kalori yang berlebih menumpuk dalam bentuk lemak. Apabila kondisi tersebut terjadi dalam waktu yang lama, maka akan menambah berat badan hingga mengalami obesitas.
Banyak yang tidak tahu bahwa makanan yang sering dikonsumsi saat masa kanak-kanak ikut berkontribusi pada berat badan saat dewasa. Dilansir dari eatthis.com, penelitian baru menunjukkan bahwa makan jenis makanan tertentu saat masih kecil mungkin memiliki dampak seumur hidup bagi kesehatan.
Investigasi pada Juni 2021 yang diterbitkan di JAMA Pediatrics mempelajari 9.025 anak-anak Inggris yang berpartisipasi dalam Avon Longitudinal Study of Parents and Children (ALSPAC) antara 1 September 1998 dan 31 Oktober 2017, dimulai pada usia 7 dan berakhir pada usia 24. Selama periode waktu ini, peneliti melacak berat badan, lingkar pinggang, indeks massa lemak, dan indeks massa tubuh (BMI) anak-anak. Para peneliti kemudian menganalisis titik-titik data ini dan mempelajari buku harian makanan subjek selama periode tiga bulan setelah penelitian selesai.
Para peneliti menemukan bahwa makanan ultra-olahan (UPF), termasuk pizza beku, soda, roti kemasan, kue, dan makanan kemasan, meningkatkan risiko obesitas. Pada usia 24 tahun, mereka yang berada dalam kuintil konsumsi UPF tertinggi memiliki berat badan 3,7 kg (8,16 pon) lebih banyak, memiliki lingkar pinggang 3,1 cm lebih besar, lemak tubuh 1,5 persen lebih besar, dan rata-rata BMI 1,2 kg/m2 lebih tinggi.
Para peneliti mengatakan ketersediaan makanan berbiaya rendah dan siap pakai ini perlu diatur pemerintah.
“Kita sangat membutuhkan perubahan kebijakan yang efektif untuk memperbaiki keseimbangan, untuk melindungi kesehatan anak-anak dan mengurangi proporsi makanan ini dalam diet mereka,” kata Christopher Millett, profesor kesehatan masyarakat National Institute for Health Research di Imperial College London dan salah satu penulis studi, dalam sebuah pernyataan.
“Salah satu hal utama yang kami temukan di sini adalah hubungan dosis-respons. Ini berarti bahwa bukan hanya anak-anak yang makan makanan ultra-olahan yang mengalami kenaikan berat badan terburuk, tetapi juga semakin banyak mereka makan, semakin buruk hasilnya,” tambah rekan penulis Eszter Vamos, seorang dosen klinis senior dalam kedokteran kesehatan masyarakat di Imperial College London.
Jadi, orang tua perlu membantu anak-anak dengan gaya hidup yang lebih sehat dengan menjaga makanan olahan dalam diet mereka seminimal mungkin untuk menghindari obesitas.(Ipung)
Be First to Comment